SELAMAT DATANG

Selamat Datang di blog resmi Taman Pendidikan Al Qur'an Minhajus Sholihin.

Senin, 05 Desember 2011

Menyiapkan Generasi Qur'ani


Setiap orangtua pasti menginginkan buah hatinya menjadi anak cerdas yang shalih dan shalihah (kecerdasan religious/spiritual) sebagai puncak dan asas berbagai kecerdasan lainnya yang dimiliki oleh anak kita. Dalam istilah agama, anak shalih disebut qurrata a’yun yang artinya menyedapkan mata siapa saja yang melihatnya. Menjadikan orang tua bangga, sekaligus memberikan jaminan kepada mereka bahwa anak-anaknya nantinya tidak akan menjadi beban masyarakat. Untuk mendapatkan semua itu, tentu harus ada upaya keras dari orangtua dalam mendidik anak.

Rasulullah SAW memberi tuntunan bagaimana melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan spiritual sebagaimana sabda Beliau :

"Didiklah anak-anakmu pada tiga perkara: mencintai Nabimu, mencintai ahli baitnya, dan membaca al-Qur’an” (HR. ath-Thabrani).

1. Teladani Nabi saw
Memberikan teladan adalah metoda paling jitu dalam pendidikan anak. Karenanya memperkenalkan pribadi Nabi Muhammad saw sejak dini akan menjadi fondasi penting pembangunan akhlaq Islam pada anak-anak. Jadikanlah sosok Nabi itu hidup dalam benak mereka dan sangat mereka cintai. Tak ada pribadi yang lebih indah budi pekertinya daripada Nabi Muhammad. “Dan engkau (Muhammad) sungguh berakhlaq mulia” (QS. al Kalam:4).

Dengan menghadirkan pribadi Nabi dalam keseharian anak-anak, mereka akan lebih mudah melaksanakan akhlaq Islami, sebab ada sosok yang menjadi panutan di hadapan mereka. Menghadirkan sosok Nabi misalnya dapat dilakukan dengan mengisahkan betapa beliau pribadi yang penyayang kepada sesama manusia, betapa beliau amat penyantun (hilm), betapa beliau pemberani dalam membela kebenaran, betapa beliau taat kepada Allah dengan tekun beribadah dll.

2. Teladani Keluarga Nabi
Keluarga Nabi adalah istri dan anak-anak beliau dan juga menantu beliau yang shalih. Tidak diragukan merekalah orang-orang terdekat dengan Nabi. Mereka pulalah orang-orang yang paling mencintai Nabi dan berusaha melanjutkan perjuangan Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam.

Kisah tentang mereka pun akan menjadi inspirasi sangat berharga bagi anak-anak kita dalam meneladani Nabi. Mungkin kita mesti banyak menggali bagaimana Nabi ikut serta mendidik Hasan dan Husein, cucu beliau, yang bahkan kerap beliau anggap sebagai anak-anaknya sendiri.

Tentu saja, kita pun mesti menggali kisah bagaimana Nabi dan Sayyidatinaa Khadijah mendidik putri-putri mereka di masa kecilnya, yang bisa kita fahami dari petikan kisah Fatimah az Zahra ra, putri beliau. Pada masa kecilnya Fatimah menyaksikan bagaimana ayahandanya gigih menda’wahkan Islam dan tidak sedikit mendapatkan tentangan keras dari orang-orang.

Tentu juga kita dapat banyak belajar dari bagaimana Nabi mengasuh dan mendidik cucu beliau Hasan dan Husein yang beliau anggap sebagai anak-anak sendiri, di mana pada saat yang sama beliau memimpin umat Islam membangun masyarakat Islam di jazirah Arab.

3. Tilawah Quran
Tilawah ini sangat penting artinya dalam pendidikan. Tilawah menjadi salah satu tugas Nabi dalam mendidik manusia (QS. Ali Imran:164). Tilawah artinya membaca. Untuk kalangan yang tidak berbahasa Arab, tentu saja tilawah yang benar mesti disertai usaha untuk mengetahui apa arti bacaan al Quran.

Untuk itu, dalam kaitan pendidikan anak, kita mesti mengusahakan agar anak kita mengetahui paling tidak makna-makna penting dari ajaran Islam sejak dini. Misalnya sejak kecil kita telah menanamkan aqidah yang benar; Memperkenalkan siapakan Allah dan bahwa Dia Pencipta segala sesuatu yang ada. Anak pun sejak dini diperkenalkan dengan ibadah shalat. Bahkan Nabi memberikan patokan usia 7 tahun sebagai usia di mana orang tua serius memperhatikan shalat anaknya dan ketika mencapai usia 10 tahun sudah boleh memberikan hukuman apabila si anak lalai dalam menunaikan sholatnya.

Jadi, perintah mengajarkan "tilawah" ini dapat kita maknai sebagai pengajaran nilai ajaran Islam sejak dini kepada anak-anak ini. Wa Allahu a'lam bish shawwab.

Sejak kapan al-Qur’an sebaiknya diajarkan pada anak? Tentu sedini mungkin. Semakin dini semakin baik.

Akan sangat bagus jika sejak anak dalam kandungan sudah terbiasa "hidup bersama" al-Quran; yakni ketika sang ibu yang mengandungnya rajin membaca al-Quran.

Bagaimana Anak “MENCINTAI” al-Quran

1. Mengenalkan
Saat yang paling tepat mengenalkan al-Qur’an adalah ketika anak sudah mulai tertarik dengan buku. Sayang, banyak orangtua yang lebih suka menyimpan al-Qur’an di rak lemari paling atas. Sesekali perlihatkanlah al-Qur’an kepada anak sebelum mereka mengenal buku-buku lain, apalagi buku dengan gambar-gambar yang lebih menarik. Mengenalkan al-Qur’an juga bisa dilakukan dengan mengenalkan terlebih dulu huruf-huruf hijaiyah; bukan mengajarinya membaca, tetapi sekadar memperlihatkannya sebelum anak mengenal A, B, C. D.

2. Memperdengarkan
Memperdengarkan ayat-ayat al-Qur’an bisa dilakukan secara langsung atau dengan memutar kaset atau CD.

Kalau ada teori yang mengatakan bahwa mendengarkan musik klasik pada janin dalam kandungan akan meningkatkan kecerdasan, insya Allah memperdengarkan al-Qur’an akan jauh lebih baik pengaruhnya bagi bayi. Apalagi jika ibunya yang membacanya sendiri. Ketika membaca al-Quran, suasana hati dan pikiran ibu akan menjadi lebih khusyuk dari tenang. Kondisi seperti ini akan sangat membantu perkembangan psikologis janin yang ada dalam kandungan.

3. Menghafalkan
Menghapalkan al-Qur’an bisa dimulai sejak anak lancar berbicara. Mulailah dengan surat atau ayat yang pendek atau potongan ayat (misalnya fastabiq al-khayrat, hudan li an-nas, birr al-walidayn, dan sebagainya). Menghapal bisa dilakukan dengan cara sering-sering membacakan ayat-ayat tersebut kepada anak. Lalu latihlah anak untuk menirukannya. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai anak hapal di luar kepala. Hal itu juga sebagai upaya membiasakan diri untuk mengisi kesibukan dengan amalan yang bermanfaat. Nabi saw. bersabda:

Demi Zat Yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya hapalan Al-Qur'an itu lebih cepat lepasnya daripada seekor unta pada tambatannya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

4. Membaca
Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitab Allah maka dia akan mendapat satu kebaikan. Satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alif-lam-mim adalah satu huruf. Akan tetapi, alif adalah satu huruf, lam satu huruf dan mim juga satu huruf. (HR at-Tirmidzi).

Sungguh luar biasa pahala dan kebaikan yang dijanjikan kepada siapa saja yang biasa membaca al-Quran. Bimbing dan doronglah anak agar terbiasa membaca al-Qur’an setiap hari walau cuma beberapa ayat. Orangtua penting memberikan contoh.

5. Menulis
Belajar menulis akan mempermudah anak dalam belajar membaca al-Quran. Diktekan kepada anak kata-kata tertentu yang mempunyai makna. Dengan begitu, selain anak bisa menulis, sekaligus anak belajar bahasa Arab. Mulailah dengan kata-kata pendek. Misalnya, untuk mengenalkan tiga kata alif, ba, dan dal anak diminta menulis a, ba da (tolong tuliskan Arabnya, ya: a-ba-da) artinya diam; ba-da-a (yang ini juga) artinya mulai; dan sebagainya.

6. Mengkaji
Ajaklah anak mulai mengkaji isi al-Quran. Ayah bisa memimpinnya setelah shalat magrib atau subuh. Paling tidak, seminggu sekali kajian sekeluarga ini dilakukan. Tema yang dingkat bisa saja tema-tema yang ingin disampaikan berkaitan dengan perkembangan perilaku anak selama satu minggu atau beberapa hari.

7. Mengamalkan dan memperjuangkan Al-Quran.
al-Qur’an tentu tidak hanya untuk dibaca, dihapal dan dikaji. Justru yang paling penting adalah diamalkan seluruh isinya dan diperjuangkan agar benar-benar dapat menyinari kehidupan manusia

Keutamaan Bulan Muharram

Nabi Muhammad Saw bersabda, "Ibadah puasa yang paling baik setelah puasa Ramadan adalah berpuasa di bulan Muharram."

Meski puasa di bulan Muharram bukan puasa wajib, tapi mereka yang berpuasa pada bulan Muharram akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah Swt. Khususnya pada tanggal 10 Muharram yang dikenal dengan hari 'Asyura.

Ibnu Abbas mengatakan, ketika Nabi Muhammad Saw hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di Madinah biasa berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Menurut orang-orang Yahudi itu, tanggal 10 Muharram bertepatan dengan hari ketika Nabi Musa dan pengikutnya diselamatkan dari kejaran bala tentara Firaun dengan melewati Laut Merah, sementara Firaun dan tentaranya tewas tenggelam.

Mendengar hal ini, Nabi Muhammad Saw mengatakan, "Kami lebih dekat hubungannya dengan Musa daripada kalian" dan langsung menyarankan agar umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura. Bahkan dalam sejumlah tradisi umat Islam, pada awalnya berpuasa pada hari 'Asyura diwajibkan. Kemudian, puasa bulan Ramadhan-lah yang diwajibkan sementara puasa pada hari 'Asyura disunahkan.

Dikisahkan bahwa Aisyah mengatakan, "Ketika Rasullullah tiba di Madinah, ia berpuasa pada hari 'Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa. Tapi ketika puasa bulan Ramadhan menjadi puasa wajib, kewajiban berpuasa itu dibatasi pada bulan Ramadhan saja dan kewajiban puasa pada hari 'Asyura dihilangkan. Umat Islam boleh berpuasa pada hari itu jika dia mau atau boleh juga tidak berpuasa, jika ia mau." Namun, Rasulullah Saw biasa berpuasa pada hari 'Asyura bahkan setelah melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan.

Abdullah Ibn Mas'ud mengatakan, "Nabi Muhammad lebih memilih berpuasa pada hari 'Asyura dibandingkan hari lainnya dan lebih memilih berpuasa Ramadhan dibandingkan puasa 'Asyura." (HR Bukhari dan Muslim). Pendek kata, disebutkan dalam sejumlah hadist bahwa puasa di hari 'Asyura hukumnya sunnah.

Beberapa hadits menyarankan agar puasa hari 'Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari 'Asyura. Alasannya, seperti diungkapkan oleh Nabi Muhammad Saw, orang Yahudi hanya berpuasa pada hari 'Asyura saja dan Rasulullah ingin membedakan puasa umat Islam dengan puasa orang Yahudi. Oleh sebab itu ia menyarankan umat Islam berpuasa pada hari 'Asyura ditambah puasa satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya (tanggal 9 dan 10 Muharram atau tanggal 10 dan 11 Muharram).

Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu boleh dilakukan.

Bulan Pengampunan Dosa

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Kata Muharram artinya 'dilarang'. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan pertumpahan darah.

Seperti sudah disinggung di atas, bahwa bulan Muharram banyak memiliki keistimewaan. Khususnya pada tanggal 10 Muharram. Beberapa kemuliaan tanggal 10 Muharram antara lain Allah Swt akan mengampuni dosa-dosa setahun sebelumnya dan setahun ke depan. (Tarmizi)

Keutamaan Mempelajari dan Mengajarkannya Al Qur’an


Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Hajjaj bin Minhal dari Syu’bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” [1]
           
Masih dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ أَفْضَلَكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ .
            “Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”  [2]

Dalam dua hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu belajar Al-Qur`an dan mengajarkan Al-Qur`an. Tentu, baik belajar ataupun mengajar yang dapat membuat seseorang menjadi yang terbaik di sini, tidak bisa lepas dari keutamaan Al-Qur`an itu sendiri.

Maksud dari belajar Al-Qur`an di sini, yaitu mempelajari cara membaca Al-Qur`an. Bukan mempelajari tafsir Al-Qur`an, asbabun nuzulnya, nasikh mansukhnya, balaghahnya, atau ilmu-ilmu lain dalam ulumul Qur`an. Meskipun ilmu-ilmu Al-Qur`an ini juga penting dipelajari, namun hadits ini menyebutkan bahwa mempelajari Al-Qur`an adalah lebih utama. Mempelajari Al-Qur`an adalah belajar membaca Al-Qur`an dengan disertai hukum tajwidnya, agar dapat membaca Al-Qur`an secara tartil dan benar seperti ketika Al-Qur`an diturunkan. Karena Allah dan Rasul-Nya sangat menyukai seorang muslim yang pandai membaca Al-Qur`an. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,

 الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ . (متفق عليه)
            “Orang yang pandai membaca Al-Qur`an, dia bersama para malaikat yang mulia dan patuh. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur`an dengan terbata-bata dan berat melafalkannya, maka dia mendapat dua pahala.” (Muttafaq ‘Alaih) [3]
            Dan dalam Al-Qur`an disebutkan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk membaca Al-Qur`an dengan tartil,
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا . (المزمل : 4)
            “Dan bacalah Al-Qur`an dengan setartil-tartilnya.” (Al-Muzzammil: 4)

            Adapun maksud dari mengajarkan Al-Qur`an, yaitu mengajari orang lain cara membaca Al-Qur`an yang benar berdasarkan hukum tajwid. Sekiranya mengajarkan ilmu-ilmu lain secara umum atau menyampaikan sebagian ilmu yang dimiliki kepada orang lain adalah perbuatan mulia dan mendapatkan pahala dari Allah, tentu mengajarkan Al-Qur`an lebih utama.
                                                 
 [1] Shahih Al-Bukhari/Kitab Fadha`il Al-Qur`an/Bab Khairukum Man Ta’allama Al-Qur`an wa ‘Allamah/hadits nomor 5027.
 [2] Ibid, 5028.
 [3] Shahih Al-Bukhari/Kitab Tafsir Al-Qur`an/Bab ‘Abasa wa Tawalla/4556, dan Shahih Muslim/Kitab Al-Musafirin/Bab Fadhl Al-Mahir fi Al-Qur`an/1329, dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.